Tugas Akhir Semester Gasal 2014/2015
Mata Kuliah Manajemen Modal Kerja
dan Investasi
Dosen Pengampu:
Dr. Noor Sudiyati, M.Sn
Th. Diah Widiastuti, SE, M.Si.
Program
S2 Minat Utama Budaya dan Pariwisata
Oleh:
Erizal
Barnawi
1320054422
PROGRAM STUDI MAGISTER TATA KELOLA SENI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT
SENI INDONESIA YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Yogyakarta
sebagai “kota pelajar” merupakan daerah yang kaya seni dan budaya. Di sini dua
ruang lingkup seni rupa dan seni suara berkembang pesat. Seni rupa meliputi
seni arsitektural bangunan, seni rias (terutama seni pakaian kebaya yang telah
menjadi kebudayaan nasional dengan seni batik dan lurik), dan seni kerajinan (kulit
atau wayang). Selain itu, seni suara yang ada di Yogyakarta meliputi seni vokal
dan instrumental (karawitan dan macapat) tergabung dengan seni tari. Namun demikian,
globalisasi yang cepat telah mengubah konstelasi kesenian, misalnya seni karawitan
dan kebaya mulai termarjinalisasi oleh instrumen dan busana bangsa eropa.
(Sedyawati
dalam Dana, 2006:330-331) memaparkan bahwa kesadaran terhadap peninggalan seni
dan budaya masa lalu ditandai oleh: 1) pengetahuan akan adanya berbagai
kebudayaan suku bangsa yang masing-masing mempunyai jati diri atau identitas
beserta keunggulannya; 2) sikap terbuka untuk saling menghargai dan menghormati
serta berusaha untuk memahami kebudayaan suku-suku bangsa di luar suku
bangsanya sendiri atau kesediaan untuk saling mengenal maupun menghormati; 3)
pengetahuan akan adanya berbagai riwayat perkembangan seni dan budaa di
berbagai tahap masa silam; dan 4) pemahaman di samping merawat atau
melestarikan dan mengembangkan unsur-unsur warisan budaya sebagai bangsa
Indonesia yang bersatu mengembangkan budaya nasional yang multikultural dan
beragam. Keberagaman itu menjadi sumber kekuatan atau energi yang diambil dari
warisan seni dan budaya sendiri maupun dari unnsur budaya asing yang dipandang
dapat memperkaya dan meningktakan harkat serta martabat bangsa Indonesia.
Penyelamatan
terhadap hasil budaya yang berbentuk benda (tangibel)
atau tidak berbentuk benda (intangibel)
telah dilakukan berbagai upaya oleh pihak pemerintah maupun yang terkait,
seperti lembaga Balai Purbakala atau Balai Arkeologi, Balai Pelestarian Sejarah
dan Nilai Tradisional yang memiliki tanggungjawab langsung mengenai kepentingan
itu. Berbagai bentuk kajian juga dilakukan, seperti penelitian arkeologi untuk
menemukan relevansi pengetahuan seni dan budaya masa silam dengan permasalahan
Indonesia dewasa ini, khususnya berkenaan dengan mulikulturalitas, toleransi,
persatuan maupun kesatuan, dan desentralisasi. Bagaimana Candi Borobudur, Candi
Prambanan terus bisa lestari, direstorasi, dikenang, dibangun kembali sejalan
dengan jiwa zamannya. Demikian juga bagaimana situs-situs yang bertebaran di
berbagai daerah di Indonesia, seperti yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta
yang jarang di ekspos orang banyak yang meliputi Kraton Ratu Boko, Goa
Selarong, dan Kandang Menjangan. Oleh karena itu, agar situs-situs itu bisa
berkembangkan mengalami peningkatan dalam segi ekonomi maka perlu dilakukan
perubahan dalam bidangnya seperti melibatkan investor untuk membuat pembangunan
dalam pengembangan di wisata Kraton Ratu Boko.
Pembangunan
yang di maksud disini yakni melakukan investasi di Kraton Ratu Boko. (William
dalam Irham, 2014:9) mengatakan dalam aktivitasnya investasi pada umumnya
dikenal ada dua bentuk yaitu: 1) real
investment adalah investasi nyata secara umum melibatkan aset berwujud,
seperti tanah, mesin-mesin, atau pabrik: 2) financial
investment adalah investasi keuangan melibatkan kontrak tertulis, seperti saham
biasa (common stock) dan obligasi
(bond). Melihat dari keterangan di atas maka Kraton Ratu Boko masuk pada real investment karena lokasi dan tempat
melibatkan aset berwujud.
Selain
dari pada keterangan di atas, manurut KKBI investasi adalah penanaman uang atau
modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. (Abdul
dalam Irham, 2014:8) mengatakan investasi pada hakekatnya merupakan penempatan
sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa
mendatang. Dari penjelasan yang diuraikan di atas,
penulis berpikir suatu objek wisata alam kalau hanya memiliki program yang
diperuntukan untuk wisata saja, maka pengunjung bakal mendapat suatu titik
kebosanan. Maka dari itu, penulis berpikir akan memberikan suatu pengelolaan
investasi, dalam objek Kraton Ratu Boko, yang nantinya akan menambah banyak
minat pengunjung untuk datang dan mendapatkan profit oriented yang maksimal
bagi pengelola objek wisata tersebut. Berdasarkan penjelasan pada latar
belakang di atas, maka pokok permasalahan utama dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana formulasi yang baik untuk investasi di
Kraton Ratu Boko”. Permasalahn ini di angkat untuk guna bagaimana berinvestasi
di Kraton Ratu Boko dalam segi seni pertunjukan.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak
di capai adalah:
- Mengenalkan salah satu aset Indonesia yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk berinvestasi yaitu Kraton Ratu Boko.
- Menganalisis Pengelolaan Investasi Kraton Ratu di Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Mengajak Para investor untuk berinvestasi di Kraton Ratu Boko.
C. Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan landasan teori yakni teori
investasi. Adapun teori investasi sudah sangat banyak yang menjelaskan seperti (Smith
& Skousen dalam Irham, 2014: 8) mengatakan “investing activities: transaction and events the purchase and sale of
scurities (excluding cash equivalens), and, building, equipment. And othew
asset not generally held for sale, and the making, and collecting of loans.
They are not classified as operating activities, since the relate only
indirectly to the central, ongoing operations ofentity.”
Disisi
lain (Relly & Brow dalam Irham, 2014:8) memberikan pengertian investasi
adalah, “investment is the current
commitment of dollar for a period of time to derive future payment that will
compensate the investor for 1) the time the funds are commited; 2) the expected
rate of inflation; 3) the uncertainty of the future payment.
BAB II
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
A. Kraton Ratu
Boko.
Yogyakarta
dikenal dengan banyak situs sejarahnya yang seklaigus menjadi tempat wisata.
Tidak hanya Kraton Yogyakarta dengan Taman Sarinya, Makam Raja-Raja Mataram di
perbukita Imogiri dengan 400an anak tangganya atau Kompleks Candi Prambanan
dengan 100 candinya. Hanya berjarak tiga (3) Km sebelah selatan kompleks Candi
Prambanan, bisa dijumpai situs arkeologi, yaitu Kraton Ratu Boko atau publik
mengenalnya sebagai Ratu Boko atau Candi Boko dan dalam tulisan ini lebih
mengarah ke nama Kraton Ratu Boko. Pemerintah pusat sekarang memasukan komplek
Kraton Ratu Boko ke dalam otoritas khusus, yaitu bersama-sama dengan
pengelolaan Candi Borobudur dan Candi Prambanan ke dalam satu BUMN, agar publik
lebih mengenal kehadiran Kraton Ratu Boko. Pengelolaan Taman Wisata Kraton Ratu
Boko ini adalah PT Taman Wisata Candi (TWC) yaitu Borobudur, Prambanan, dan
Ratu Boko.
Bermacam
bentuk peninggalan purbakala terdapat di Situs Ratu Boko dan banyak di
antaranya memiliki bentuk berbeda dari yang terdapat di situs lain.
Bentuk-bentuk peninggalan di Situs Ratu Boko sangat beragaman dan belum
semuanya dapat dilihat dalam kondisi utuh, karena berbagai hal. Pada kurun
waktu sebelumnya penelitian mulai dilakukan secara intensif terhadap Kraton
Ratu Boko. Kraton Ratu Boko adalah situs purbakala yang menampilkan atribut
sebagai tempat berkegiatan atau situs pemukiman. Namun, fungsi tepatnya belum
diketahui dengan jelas dan pasti. Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan
pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkara) dari kerjaan
Medang (Mataram Hindu) (Berta dalam Dana, 2013:4). Dilihat dari pola peletakan
sisa-sisa bangunan, diduga kuat bahwa situs ini merupakan bekas keraton (istana
raja). Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kompleks ini bukan candi
atau bangunan dengan sifat relijius, melainkan sebuah istana berbenteng dengan
bukti adanya sisa dinding benteng dan parit kering sebagai struktur pertahanan
kekuasaan. Sisa-sisa pemukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi Situs
Ratu Boko.
Kraton
Ratu Boko yakni peninggalan purbalaka yang mengalami letusan gunung merapi pada
tahun 1006, yang bangunan utama ditemukan pertama kali oleh arkeologi Belanda,
HJ De Graaf pada abad ke-17. HJ De Graaf mencatat berdasarkan berita dari para
musafir Eropa yang sedang mengadakan perjalanan, di sebelah selatan Candi
Prambanan terdapat situs kepurbakalaan. Sementara, di dengar cerita yang
berkembang di masyarakat setempat, bahwa situs itu di hubungkan dengan Prabu
Boko yang berasal dari Bali. Nama “Ratu Boko” berasal dari legenda masyarakat
setempat. Ratu Boko (Bahasa Jawa arti harafiahnya “Raja Bangau”) adalah ayah
dari Loro Jonggrang yang juga menjadi nama candi utama komplek Candi Prambanan.
Reruntuhan candi pertama kalinya diketemukan oleh Van Boeckholtz pada tahun
1790, yang menyatakan terdapat reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Ratu
Boko. Bukit ini sendiri merupakan cabang dari sistem Pegunungan Sewu, yang
membentang dari selatan Yogyakarta hingga daerah Tulungagung. Seratus tahun
kemudian, selanjutnya penelitian baru dilakukan di tahun 1915 oleh F.D.K Bosch
yang berkesimpulan bahwa Situs Ratu Boko merupakan sebuah Kraton, sehingga
dinamakan Kraton Van Ratu Boko, yang artinya kraton adalah kediaman dan boko
adalah burung bangau.
Kraton
Ratu Boko dikelola oleh pemerintah yang dibagi menjadi dua bidang, yakni
pertama bagian Taman Wisata dan kedua bagian Purbakala. Untuk bagian taman
wisata dikelola oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko.
Sedangkan unit Purbakala dikelola oleh BP3 yakni (Balai Pelestarian Peninggalan
dan Purbakala).
(David
dalam Dana, 2013:11) PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko
adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam usaha pengelolaan
objek wisata. PT Taman Wisata ini berdiri pada tanggal 15 Juli 1980 berdasarkan
akte Notaris Soeleman Ardjasasmita, SH. Nomor 19. Pada Awalnya PT Taman Wisata
ini hanya diserahi tugas untuk mengelola Taman Wisata Candi Borobudur,
Prambanan saja. Namun dalam perkembangannya pada tanggal 25 Oktober 1991,
perusahaan ini diserahkan tugas untuk mengelola kawasan wisata Kraton Ratu Boko
sebagai objek wisata sesuai akte Notaris Soekemi, SH. Nomor: 15 tanggal 3
Agustus 1994. Kemudian ditegaskan dala perubahan terakhir Akte Notaris Yulida
Desmartiny, SH. Nomor:11 tanggal 8 Agustus 2008. Kegiatan perusahaan
dilaksanakan dan ditingkatkan dalam rangka mencapai visi dan misi perusahaan.
Sampai
sekarang, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko ini
mengelola enam (6) unit yakni Unit Borobudur, Unit Prambanan, Unit Ratu Boko,
unit Manohara Hotel Manohara, Unit Teater dan Pentas (Stage and Theater), dan
Unit Jasa Transportasi (Transportation Service).
Berikut adalah Satuan Kerja Working Unit PT
Taman Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko yaitu:
No.
|
Satuan Kerja (Working Unit)
|
Jumlah Karyawan
|
%
|
1.
|
Kantor
Pusat (Headquarter)
|
82
|
25
|
2.
|
Unit
Borobudur
|
105
|
32
|
3.
|
Hotel
Manohara (Manohara Hotel)
|
9
|
2,7
|
4.
|
Unit
Prambanan
|
84
|
25,7
|
5.
|
Unit
Teate dan Pentas (Stage and Theather)
|
15
|
4,6
|
6.
|
Unit
Ratu Boko
|
20
|
6,1
|
7.
|
Unit
Jasa dan Transportasi
|
6
|
1,8
|
8.
|
Kantor
Perwakilan (Representative Officei)
|
4
|
1,2
|
9.
|
BPW
(Tour and Travel Agent)
|
3
|
0,9
|
JUMLAH
|
328
|
100
|
Tabel
1: Satuan Kerja sejak tahun 2008
Pada
dasarnya Kraton Ratu Boko adalah tempat wisata. Oleh sebab itu pastinya memilik
sarana dan prasarana. Berikut sarana yang ada Kraton Ratu Boko meliputi: 1) Receptive tourist plant yang di dalamnya
meliputi: a) Shutle (Prambanan-Ratu Boko); dan 2) residential tourist plant yang di dalamnya meliputi: a) kantor unit
Ratu Boko; b) informasi center; c)
boko resto; d) camping ground; e)
gardu pandang; f) plaza andrawina; g) area pertunjukan; h) tempat penjualan souvenir; i) kios; j) area taman gapura;
dan k) concourse. Berikut prasarana
yang ada di Kraton Ratu Boko meliputi: 1) parkir bus; 2) parkir mobil dan
sepeda motor; 3) halte; 4) toilet; dan 5) jalan.
B.
Investasi
Salah
satu tujuan utama setiap pihak berinvestasi baik pribadi maupun pihak corporate ada 2 (dua) yaitu: profit dan continuity. Pengertian profit
dan continuity disini adalah
profit yang terus bertumbuh dan bersifat jangka panjang. Artinya profit yang diterima bukan hanya pada
saat ini saja namun terus pada tahun-tahun selanjutnya (continuity), dan untuk mewujudkan itu perlu melakukan kontrol
bagaimana agar perjalanan profit itu dapat selalu diterima secara stabil.
Selain dari pada itu untuk mencapai suatu efektifitas dan efieiensi dalam
keputusan maka diperlukan ketegasan akan tujuan yang diharapkan. Begitu pula
hanya dalam bidang investasi kita perlu menetapkan tujuan yang hendak dicapai
yaitu: 1) terciptanya keberlanjutan (continuity)
dalam investasi tersebut.; 2) terciptanya profit yang maksimum atau keuntungan
yang diharapkan (profit actual); 3)
terciptanya kemakmuran bagi para pemegang saham; dan 4) turut memberikan andil
pada pembangunan bangsa (Irham, 2014 8-9).
Suatu
investasi pasti memiliki prosesnya. Dengan kata lain, tiap-tiap tahapan dalam
melakukan sesuatu kegiatan pasti memiliki prosesnya. Oleh karena ini setiap
melakukan keputusan investasi adalah selalu saja memerlukan proses, yang mna
proses tersebut akan memberikan gambaran setiap tahap yang akan ditempuh oleh
perusahaan. Secara umum proses manajemen investasi meliputi 5 (lima) tahapan
langkah yakni: 1) menetapkan sasaran investasi; 2) membuat kebijakan investasi;
3) memilih strategi portofolio; 4) memilih aset; 5) mengukur dan mengevaluasi
kinerja (Irham, 2014:11-12).
Pada
keterangannya proses-prosesnya investasi seperti penetapan sasaran artinya
melakukan keputusan yang bersifat fokus atau menempatkan target sasaran
terhadap yang akan di investasikan. Penetapan sasaran investasi adalah sangat
disesuaikan dengan apa yang akan ditujukan pada investasi tersebut. Jika
sasaran investasi adalah dalam bentuk penyaluran kredit maka berarti investasi
tersebut dalam bentuk lembaga perbankan, leasing,
bank perkreditan dan sejenisnya yang bertugas untuk menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkannya kepada publik yang mengalami kekuarangan dana. Setelah
melakuan penetapan sasaran selanjutnya membuat kebijakan investasi. Pada tahap
proses kedua ini menyangkut dengan bagaimana perusahaan mengelola dana yang
berasal dari stock, bond dan lainnya untuk kemudian di
distribusikan ke tempat-tempat yang dibutuhkan. Perhitungan pendistribusian
dana ini haruslah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian (prudential principle) karena
berbagai hal akan bisa timbul pada saat dana tersebut tidak mampu untuk ditarik
kembali. Juga perlu bagi pihak perusahaan memperhitungkan tentang beban pajak (tax) yang akan ditanggung nantinya.
Pada
tahap proses ketiga ini menyangkut keputusan peranan yang akan diambil oleh
pihak perusahaan, yaitu apakah bersifat aktif atau pasif saja. Pada saat
perusahaan melakukan investasi aktif maka semua kondisi tentang perusahaan akan
dengan cepat tergambarkan di pasar saam. Investasi aktif akan selalu mencari
informasi yang tersedia dan kemudian selanjutnya mencari kombinasi portofolio
yang paling tepat untuk dilaksanakan. Sedangkan secara pasif hanya dapat
dilihat pada indeks rata-rata saja, atau dengan kata lain berdasarkan pada
reaksi pasar saja tanpa ada sikap aktraktif. Pada tahap proses ke empat disini
pihak perusahaan berusaha memilih aset investasi yang nantinya akan memberi return yang tertinggi (maximal return). Return disini dilihat sebagai keuntungan yang akan mampu di proleh.
Pada tahap kelima, tahap ini adalah menjadi tahap reevaluasi bagi perusahaan
untuk melihat kembali apa yang telah dilakukan selama ini dan apakah tindakan
yang telah dilakukan selama ini telah betul-betul maksimal atau belum. Jika
belum maka sebaiknya segera melakukan perbaikan agar kerugian tidak akan
terjadi kedepan nantinya. Bagaimanapun perusahaan berharap akan memproleh
keuntungan yang bersifat suistainability
dan bukan hanya keuntungan yang diproleh sesaat saja (stimulus profit).
Investasi
juga dikenal dengan istilah penanaman modal. Konsep penanaman modal ini
sebenarnya merupakan salah satu bentuk yang sering dikampanyekan oleh
pemerintah (government) dalam rangka
menarik minat investor baik domestik maupun internasional. Untuk penanaman modal dari luar negeri itu
biasa disebut dengan Foreign Direct
Investment (FDI). Di Indonesia kegiatan mengalahkan masuknya investasi
langsung ke dalam negeri sudah dkampenyekan dengan kuat oleh pemerintah
semenjak tahun 1967 dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing.
Dimana
undang-undang tersebut dibuat atas dasar pertimbangan (dalam konsideransnya)
menyebutkan: a) bahwa kekuatan ekomoni potensial yang dengan kurnia Tuhan Yang
Maha Esa terdapat banyak di seluruh wilayah tanah air yang belum diolah untuk
dijadikan kekuatan ekonomi riil, yang antara lain disebabkan oleh karena
ketiadaan modal, pengalaman dan teknologi; b) bahwa Pancasila adalah landasan
idiil dalam membina sistem ekonomi Indonesia dan yang senantiasa harus
tercermin dalam setiap kebijaksanaan ekonomi; c) bahwa pembangunan kemerosotan
ekonomi berarti pengolahan kekuatan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi
riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan
berorganisasi dan manajemen; d) bahwa penanggulangan kemerosotan ekonomi serta
pembangunan lebih lanjut dari potensi ekonomi harus didasarkan kepada kemampua
serta kesanggupan rakyat Indonesia sendiri; e) bahwa dalam pada itu asas untuk
mendasarkan kepada kemampuan serta kesanggupan sendiri tidak boleh menimbulkan
kesenggangan untuk memamfaatkan potensi-potensi modal, tekonologi dan skill yang tersedia dari luar negeri,
selama segala sesuatu benar-benar diabadikan kepada kepentingan ekonomi rakyat
tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri; f) bahwa penggunaan
modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk mempercepat Indonesia
serta digunakan dalam bidang-bidang dan sektor-sektor yang dalam waktu dekat
belum dan atau tidak dapat dilaksanakan oleh model Indonesia sendiri; g) bahwa
perlu diadakan ketentuan-ketentuan yang jelas untuk memenuhi kebutuhan akan
modal guna pembangunan nasional, disamping menghindarkan keragu-raguan dari
pada modal asing.
C.
Analisis
Kraton
Ratu Boko adalah suatu tempat objek peninggalan aktifitas manusia jaman dahulu
yang sampai sekarang di aktifkan serta digunakan sebagai objek wisata budaya
agar mengenal sejarah peradaban manusia. Suatu kebudayaan apabila dijadikan
pariwisata maka akan menghasilkan income yang
tinggi. Sejalan dengan hal tersebut pariwisata sampai sekarang ini telah
membantu negara dari hasil pajak dan retrebusinya. Karena wisata bukan hanya
wisata alam melainkan wisata budaya, maka secara tidak langsung yang di
butuhkan para wisatawan bukan hanya pertunjukan saja melainkan artaksi wisata. Sejak
tahun 1970-an atraksi wisata budaya mulai menjadi pilihan bagi para wisatawan
sebagai destinasi wisatanya. Hal ini disebabkan adanya kebutuhan yang mendalam
akan pengetahuan tentang warisan budaya (Richards, 1996).
Wisata
budaya adalah suatu kegiatan wisatawan berlibur sambil beredukasi ke tempat-tempat
bersejarah. Sedangkan wisata alam adalah suatu kegiatan wisatawan melakukan
kegiatan wisata ke objek wisata alam seperti air terjun, goa, dan pantai
(Gamal, 2004). Secara umum kalau dilihat dari segi tempat dan objek Kraton Ratu
Boko yang berlokasi di Dusun Dawung Desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Tempat ini bisa di ivestasikan. Baik dari inventasi real investment maupun financial investment. Kraton Ratu Boko
ini berada di dua desa yaitu Desa Dawung dan Desa Sambirejo Kecamatan
Prambanan. Letaknya sekitar 3 Km. ke arah selatan dari Candi Prambanan, dan 18
Km. di sebelah timur kota Yogyakarta atau 50 Km. barat daya kota Surakarta.
Keberadaannya pada koordinat 7.771 LS, 110.491 BT. Terletak di atas perbukitan
yang luasnya ± 196 dpl. Sehingga dataran Prambanan dan sekitarnya tampak
terhampar luas dengan panorama yang terdiri atas persawahan yang hijau, sungai,
jalan raya, jalan kereta api, candi-candi, dan Gunung Merapi tampaj jauh di
sebelah utara.
Dari
keterangan di atas maka proses investasi untuk objek wisata Kraton Ratu Boko
meliputi:
a) menetapkan sasaran.
Objek
yang ditentukan dalam melakukan investasi ini adalah Kraton Ratu Boko. Lokasi
yang mendukung untuk melakukan investasi karena objeknya berorientasi ke wisata
budaya. Selian dari pada itu, lokasi yang di kelola oleh BUMN dan di naungi
oleh Pemda Sleman maka secara tidak langsung pemerintah telah itu campur dalam
pengelolaannya. Apabila suatu objek yang telah di kelola oleh pemerintah secara
hukumnya legal dan terdaftar di Akte Notaris setempat.
Komplek
yang mendukung karena adanya tempat pertunjukan dan panggung menjadikan sasaran
untuk berinvestasi keuangan (financial
investment) di Kraton Ratu Boko. Selain karena tempat yang mendukung,
pengelolanya melibatkan masyarakat setempat untuk dipekerjakan sebagai
pengelola di Kraton Ratu Boko seperti Bapak Agus Tri Hartanto yang sebagai
Kepala Unit Ratu Boko dan Bapak Sensus Sritanto yang sebagai Kepala Bagian
Personalia mereka berdua adalah orang dari Desa Sambirejo Kecamatan Prambanan.
b) pelaksanaan investasi.
Merujuk
dari bentuk-bentuk investasi maka sangat cocok sekali untuk berinvestasi
keuangan di komplek Kraton Ratu Boko. Secara teknis merujuk dari hal tersebut
maka investasi yang diajukan yaitu dengan memberikan modal untuk suatu hiburan
sejenis seni pertunjukan agar menarik perhatian pengunjung berwisata ke Kraton
Ratu Boko. Pelaksanaan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu badan
atau wadah secara berencana, teratur dan terarah guna mencapai tujuan yang
diharapkan. Pengertian Implementasi atau pelaksanaan menurut (Westa dalam
Handoko, 1987:17). Implementasi atau pelaksanaan merupakan aktifitas atau
usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan
kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala
kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat
pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan.
Pengertian
implementasi atau pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang
dilaksanakan dan dikemukakan oleh (Abdullah dalam Handoko, 1987:5) bahwa implementasi
adalah suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau
kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang
strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai
sasaran dari program yang ditetapkan semula. Dari pengertian yang dikemukakan
di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu
program yang telah ditetapkan harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu
di lapangan maupun di luar lapangan. Kegiatannya melibatkan beberapa unsur
disertai dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penunjang. Selain itu
perlu adanya batasan waktu dan penentuan tata cara pelaksanaan. Berhasil
tidaknya proses inplementasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor yang merupakan
syarat terpenting berhasilnya suatu proses implementasi.
Faktor-faktor
tersebut meliputi: 1) komunikasi, merupakan suatu program yang dapat
dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut
proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi
yang disampaikan; 2). resouces
(sumber daya), dalam hal ini maliputi empat komponen yaitu terpenuhinya jumlah
staf dan kualitas mutu, informasi yang diperlukan guna pengambilan keputusan
atau kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas sebagai tanggung jawab dan
fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan; 3) disposisi, sikap dan komitmen
dari pada pelaksanaan terhadap program khususnya dari mereka yang menjadi
implemetasi program khususnya dari mereka yang menjadi implementer program; 4)
struktur birokrasi yaitu SOP (standar
operating procedures) yang mengatur tata aliran dalam pelaksanaan program.
Jika hal ini tidak sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena
penyelesaian masalah-masalah akan memerlukan penanganan dan penyelesaian khusus
tanpa pola yang baku.
Keempat
faktor di atas, dipandang mempengaruhi keberhasilan suatu proses implementasi,
namun juga adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi antara factor yang satu
dengan faktor yang lain. Selain itu dalam proses implementasi
sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlat menurut (Abdullah
dalam Handoko, 1987:398) meliputi: 1) adanya program (kebijaksanaan) yang
dilaksanakan; 2) kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan manfaat dari
program perubahan dan peningkatan; 3) unsur pelaksana baik organisasi maupun
perorangan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan pelaksana dan pengawasan
dari proses implementasi tersebut.
Dari
keterangan di atas maka pelaksanaannya, kedua belah pihak antara investor dan
pengelola Kraton Ratu Boko melalukan negoisasi. Dengan artian kedua belah pihak
melibatkan notaris dan saksi dari kedua belah pihak serta membuat perjanjian
dan ditulis serta dicap materai. Dalam proses ini dari kedua belah pihak
mengajukan permintaan dan harus di sepakati oleh kedua belah pihak. Adapun yang
disepakati seperti: 1) bagi hasil dari keuntungan; 2) proses transasi
pembayaran; 3) wan prestasi (ingkar
janji); 4) hak dan kewajiban pengelola dan investor; 5) force majeure (keadaan memaksa); dan 6) sistem keberlanjutan
apabila mencapai kesepakatan dan target yang di sepakati. Dalam pelaksanaan
invetasi ini investor wajib meminta portofolio (rekam jejak). Dengan kata lain,
portofolio bertujuan untuk memberikan keuntungan yang maksimum sesuai dengan
yang diharapkan atau adanya return
yang diharapkan (expected return),
menciptakan resiko yang minimum, dan menciptakan continuity dalam berbisnis.
BAB III
KESIMPULAN
Investasi
saat ini sudah menjadi hal yang umum bagi orang yang telah tercukupi kebutuhan
dasarnya. Dengan kata lain kebutuhan primer dan sekundernya telah aman dan
tersiernya yang dikedepankan. Kraton Ratu Boko adalah destinasi budaya yang
bagus karena suatu peninggalan sejarah peradaban manusia pada zaman dahulu yang
sampai saat ini masih di kelola dengan baik. Walupun sudah banyak perubahannya
dari tahun ke tahun, baik dari tempat dan bentuk-bentuk objek Kraton Ratu Boko.
Kraton Ratu Boko sangat bisa sekali para investor untuk berinvestasi baik real investment maupun financial investment. Karena lokasi yang
memeng telah dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maka secara tidak
langsung lokasi sangat legal dan aman untuk melakukan penanaman modal atau
saham di objek wisata tersebut.
Kraton
Ratu Boko dalam tulisan ini, investasinya yang diutaman adalah financial investment. Karena harapan
penulis bisa membantu pembangunan dalam pengelolaan dan perkembangan Kraton
Ratu Boko. Selain dari pada itu, situs yang telah menjadi objek wisata budaya
secara tidak langsung apabila di bantu oleh investor untuk berinvestasi di sana
maka akan meningkatkan tingkat pengunjung (wisatawan) ke destinasi objek wisata
Kraton Ratu Boko.
KEPUSTAKAAN
A. Daftar
Pustaka
Dana, I Wayan.
(2013). Kraton Ratu Boko, Budaya dan Ekologi. Yogyakarta: Lembah
Manah.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan D.I. Yogyakarta. (1993). Ratu Boko Yang Terlupakan. Yogyakarta: Dirjen Kebudayaan Suaka
Peninggalan Sejarah dan Purbakala.
Fahmi, Irham.
(2014). Studi Kelayakan Bisnis Dan
Keputusan Investasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Handoko, T. Hani. (1987). Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Suwantoro, Gamal. (2004). Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: C.V. Andi Offset.
PT Taman Wisata.
(2008). Laporan Tahunan 2008: Annual
Report 2008. PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko
(Persero). Yogyakarta.
Wardiyanta.
(2010). Metode Penelitian Pariwisata.
Yogyakarta: C.V. Andi
Offset.
B. Sumber Tidak
Tercetak
Artikel sumber dari PT. Taman Wisata Candi
Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko.
C.
Data Internet
http://www.bumn.go.id/borobudur, diakses tanggal 24 Desember 2014 jam 11.00 WIB
di Kampus Pascasarjana ISI Yk.
http://borobudurpark.com, diakses tanggal 24 Desember 2014 jam 11.00 WIB
di Kampus Pascasarjana ISI Yk.
D. Nara Sumber
Haryanto (42), Kepala PT Taman Wisata Candi
Borobudur, Prambana, dan Ratu Boko.
Agus Tri Hartanto (37), Kepala Unit Ratu Boko.
Sensus Sritanto (51), Kepala Bagian Personalia.
LAMPIRAN
Destinasi
Kraton Ratu Boko (Foto: Erizal Barnawi, 2014)
Penunjuk
arah di lokasi Kraton Ratu Boko (Foto: Erizal Barnawi, 2014)