Latar belakang Prosesi Upacara Adat Siraman Pusaka “Kanjeng Kyia Upas''.
· Pada masyarakat agraris
upacara religi memang sangat melakat. Berbagai macam upacara keagamaan atau
religi baik yang menyangkut kehidupan keluarga maupun masyarakat merupakan
bagian dari kehidupan spiritual mereka. Pada umumnya masyarakat
menginginkan keadaan aman, tentram dan tidak ada kejadian –kejaian yang
menggangu ketentramannya. Di kabupaten Tulungagung ada beberapa upacara
adat/tradisional yang masih dilestarikan oleh masyarakat pelaku budaya antara
lain :
1. Upacara
Adat Labuh Laut.
2. Upacara
Adat Minta Hujan.
( Manten Kucing )
3. Upacara
Adat Ulur-ulur.
4. Upacara
Adat Ruwatan.
5. Upacara
Adat Daur Hidup.
6. Upacara
Adat Siraman Pusaka, dll.
Kegiatan
sekarang yang sedang berlangsung adalah Upacara Tradisional Siraman Pusaka “
Kyia Upas “ di kelurahan Kepatihan Kecamatan Tulungagung. Upacara ini
mengandung unsure religi karena berkaitan dengan adanya keyakinan masyarakat
bahwa Pusaka Kanjeng Kyia Upas adalah pusaka yang keramat dan bertuah sebagai
penolak banjir serta penjaga ketentraman Kota Tulungagung.
Pusaka
yang panjang bilahnya ± 35 cm dengan landeannya ± 4,35 m berasal dari Mataram
dibawa oleh R.M.T PRINGGODININGRAT putera Pangeran NOTO KUSUMO. Di Pekalongan
menantu Hamengku Buwono II diangkat menjadi Bupati Kabupaten Ngarawa
(Tulungagung sekarang), bertahta pada tahun 1792 – 1828.
Pusaka
ini menurut masyarakat Tulungagung umunya, dapat menimbulkan malapetaka banjir,
wabah penyakit, dan sebagainya apabila
dipindahkan dari Tulungagung atau kurang diperhatikan pemeliharaannya.
- MITOS
MUNCULNYA TOMBAK PUSAKA KANJENG “KYAI UPAS”
(
MENURUT KELUARGA PRINGGOKUSUMAN )
Berakhirnya pemerintahan Majapahit, banyak keluarga
raja yang berpindah dan menyebar ke daerah Bali, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Salah
satunya adalah keluarga yang mendapat julukan atau panggilan Wonoboyo berpindah
ke daerah Jawa Tengah, setelah itu mereka membersihkan hutan ditanah Mataram
dekat Rawa Pening, Ambarawa atau Ambahwara. Wonoboyo yang sudah bisa
membersihkan hutan lalu terkenal dengan panggilan KI WONOBOYO.
Salah satunya keluarga yang mendapatkan julukan Wonoboyo
pergi ke jawa tengah lalu membersihkan
hutan ditanah mataram dekat Rawa Pening Ambarawa atau ambahwara. Wonoboyo bisa
membersihkan hutan lalu terkenal dengan Ki Wonoboyo.
Setelah satu hari, KI WONOBOYO mengadakan selamatan
bersih desa. Banyak pramusaji yang saling membantu di pengkeran. Salah satunya
ada seorang wanita yang tidak membawa marisan, terpaksa meminta pinjaman kepada
Ki Wonoboyo. Ki Wonoboyo
bisa membantu karena marisan itu adalah pusaka
Urutan Tentang Jalanya Upacara Siraman Pusaka
Kanjeng Kyia Upas
1.
Tahap
persiapan
Tahap
persiapan upacara dilaksankan dua atau tiga hari sebelum upacara dimulai dengan
menyiapkan beberapa peralatan atau perlengkapan sesaji :
·
Air Panguripan (air
dari Goa Tritis di Gunung Budeg ± 13 km dari kota )
·
Air Bilik Tengah
·
Air Bilik Buntut
·
Air Tempura
·
Air Gothehan
·
Air Kelapa
·
Air Sumur
·
Air Deresan Randu
·
Air Deresan Pisang
Dan
Tujuh macam ayam jantan antara lain :
·
Ayam Emas Kemambang
·
Ayam Rajekwesi
·
Ayam Cemasi
·
Ayam Walik
·
Ayam Tulak
·
Ayam Biasa
2.
Tahap
Ratengan
Tahap
ratengan atau dapat juga disebut malam tirakatan dilakukan pada hari Kamis
malam Jum’at. Pada malam ini para ibu masak ambeng, meracik sesaji. Jumlah
ambeng mencapai 30 macam. Para ibu yang memasak sudah berusia lanjut, sedangkan
yang memasak bubur atau jenag adalah para ibu yang telah luar sari. Dalam
menyiapkan sesaji tersebut terdapat pantangan yang tidak boleh dilanggar yaitu
tidak boleh mencicipi hasil masakan sesaji tersebut. [1]Jumlah
ambeng atau sesaji adalah : 30 jenis. Pada saat memasak ambeng tersebut,
diiringi oleh musik macapatan.
3.
Tahap
Pelaksanaan.
Pada
hari Jum’at Legi pagi tanggal 9 Desember 2011 acara Siraman Pusaka dimulai di
pendopo Kanjeng telah berkumandang suara “ MOGGANG
“ yaitu gamelan Pelog slendro yang diberi nama : “Kyia Jinggo Pengasih “
Gamelan Monggang
Tepat pada pukul 09.00 WIB siraman pusaka dimulai
dengan pusaka di gedung menuju tempat siraman yang berbentuk panggang tingginya
± 2,5 cm. Lurup yang terbuat dari kain Cinde dibuka satu persatu, lurup paling
luar adalah kain Mori. Juru siram adalah Kyia Emban merupakan turun –temurun
yang dibantu beberapa orang membersihkannya (melaksanakan siraman) ± 1 jam. Dan
menurut kepercayaan masyarakat Tulungagung, dan aturan adat bahwa perempuan
tidak diijinkan untuk melihat prosesi tersebut karena pusaka “kyai upas” adalah
melambangkan laki-laki.[2]
Sedangkan
di Gandok belakang dilaksankan tahlil yang diikuti ± 25 orang santri. Setelah
siraman selesai baru dilaksankan atau diadakan kenduri (selamatan) sebagai
upacara rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa pelaksanaan siraman
pusaka dapat berjalan dengan selamat.
Ambeng
yang berjumlah 30 – 40 buah tidak pernah tersisa karena telah menjadi
kepercayaan masyarakat bahwa sederetan ambeng tersebut mempunyai berkah.
Sebagai penutup pada malam harinya diadakannya pagelaran wayang kulit semalam
suntuk sebagai penghilang rasa penat kepada masyarakat magersari yang ikut
membantu pelaksanaan.
Susunan
Acara Upacara Tradisional Siraman Pusaka Tombak “Kanjeng Kyai Upas” Tahun 2011
1. Pembukaan
2. Sambutan
keluarga Pringgo koesoeman oleh bp. R.M. INDRONOTO yang dibacakan oleh MC isi
sambutan dikarenakan sakit beliau sakit.
3. Pembacaan
Riwayat Pusaka Tombak “Kanjeng Kyai Upas”
4. Sambutan
Bupati Tulungagung tetapi diwakili oleh Wakil Bupati Tulungagung dikarenakan
bp. Bupati mengikuti rapat di pusat.
5. Prosesi
Siraman
6. Selamatan
/ Do’a
7. Penutup
Serta
sebagai Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda Dan Olah Raga Kabupaten
Tulungagung Ir Heru Dwi Tjahjono, MM beliau yang bertugas mengetahui jalannya
Prosesi Upacara tersebut.
Gambar Sesajinya:
[1] Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni (Kasi bagian Kebudayaan dan
Sejarah Kab. Tulungagung), pada tanggal
9 Desember 2011 ditempat pelaksanaan Prosesi Upacara Tradisional Siraman Pusaka
Kanjeng Kyai Upas, Pendopo Kanjeng Kyai Upas.
[2] Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni (Kasi bagian Kebudayaan dan
Sejarah Kab. Tulungagung), pada tanggal 9 Desember 2011 ditempat Pendopo
Kanjeng Kyai Upas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar