Kamis, 01 Mei 2014

Prosesi Upacara Adat Siraman Pusaka “ kanjeng Kyia Upas’


Latar belakang Prosesi Upacara Adat Siraman Pusaka “Kanjeng Kyia Upas''.

·     Pada masyarakat agraris upacara religi memang sangat melakat. Berbagai macam upacara keagamaan atau religi baik yang menyangkut kehidupan keluarga maupun masyarakat merupakan bagian dari kehidupan spiritual mereka. Pada umumnya masyarakat menginginkan keadaan aman, tentram dan tidak ada kejadian –kejaian yang menggangu ketentramannya. Di kabupaten Tulungagung ada beberapa upacara adat/tradisional yang masih dilestarikan oleh masyarakat pelaku budaya antara lain :
1.      Upacara Adat Labuh Laut.
2.      Upacara Adat Minta Hujan.
( Manten Kucing )
3.      Upacara Adat Ulur-ulur.
4.      Upacara Adat Ruwatan.
5.      Upacara Adat Daur Hidup.
6.      Upacara Adat Siraman Pusaka, dll.

Kegiatan sekarang yang sedang berlangsung adalah Upacara Tradisional Siraman Pusaka “ Kyia Upas “ di kelurahan Kepatihan Kecamatan Tulungagung. Upacara ini mengandung unsure religi karena berkaitan dengan adanya keyakinan masyarakat bahwa Pusaka Kanjeng Kyia Upas adalah pusaka yang keramat dan bertuah sebagai penolak banjir serta penjaga ketentraman Kota Tulungagung.
Pusaka yang panjang bilahnya ± 35 cm dengan landeannya ± 4,35 m berasal dari Mataram dibawa oleh R.M.T PRINGGODININGRAT putera Pangeran NOTO KUSUMO. Di Pekalongan menantu Hamengku Buwono II diangkat menjadi Bupati Kabupaten Ngarawa (Tulungagung sekarang), bertahta pada tahun 1792 – 1828.
Pusaka ini menurut masyarakat Tulungagung umunya, dapat menimbulkan malapetaka banjir, wabah penyakit, dan sebagainya  apabila dipindahkan dari Tulungagung atau kurang diperhatikan pemeliharaannya.
  • MITOS MUNCULNYA TOMBAK PUSAKA KANJENG “KYAI UPAS”
( MENURUT KELUARGA PRINGGOKUSUMAN )
Berakhirnya pemerintahan Majapahit, banyak keluarga raja yang berpindah dan menyebar ke daerah Bali, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Salah satunya adalah keluarga yang mendapat julukan atau panggilan Wonoboyo berpindah ke daerah Jawa Tengah, setelah itu mereka membersihkan hutan ditanah Mataram dekat Rawa Pening, Ambarawa atau Ambahwara. Wonoboyo yang sudah bisa membersihkan hutan lalu terkenal dengan panggilan KI WONOBOYO.
Salah satunya keluarga yang mendapatkan julukan Wonoboyo pergi ke jawa tengah lalu  membersihkan hutan ditanah mataram dekat Rawa Pening Ambarawa atau ambahwara. Wonoboyo bisa membersihkan hutan lalu terkenal dengan Ki Wonoboyo.
Setelah satu hari, KI WONOBOYO mengadakan selamatan bersih desa. Banyak pramusaji yang saling membantu di pengkeran. Salah satunya ada seorang wanita yang tidak membawa marisan, terpaksa meminta pinjaman kepada Ki Wonoboyo. Ki Wonoboyo bisa membantu karena marisan itu adalah pusaka
Urutan Tentang Jalanya Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Kyia Upas
1.      Tahap persiapan
Tahap persiapan upacara dilaksankan dua atau tiga hari sebelum upacara dimulai dengan menyiapkan beberapa peralatan atau perlengkapan sesaji :

·         Air Panguripan (air dari Goa Tritis di Gunung Budeg ± 13 km dari kota )
·         Air Bilik Tengah
·         Air Bilik Buntut
·         Air Tempura
·         Air Gothehan
·         Air Kelapa
·         Air Sumur
·         Air Deresan Randu
·         Air Deresan Pisang


Dan Tujuh macam ayam jantan antara lain :
·         Ayam Emas Kemambang
·         Ayam Rajekwesi
·         Ayam Cemasi
·         Ayam Walik
·         Ayam Tulak
·         Ayam Biasa

2.      Tahap Ratengan
Tahap ratengan atau dapat juga disebut malam tirakatan dilakukan pada hari Kamis malam Jum’at. Pada malam ini para ibu masak ambeng, meracik sesaji. Jumlah ambeng mencapai 30 macam. Para ibu yang memasak sudah berusia lanjut, sedangkan yang memasak bubur atau jenag adalah para ibu yang telah luar sari. Dalam menyiapkan sesaji tersebut terdapat pantangan yang tidak boleh dilanggar yaitu tidak boleh mencicipi hasil masakan sesaji tersebut. [1]Jumlah ambeng atau sesaji adalah : 30 jenis. Pada saat memasak ambeng tersebut, diiringi oleh musik macapatan.

3.      Tahap Pelaksanaan.
Pada hari Jum’at Legi pagi tanggal 9 Desember 2011 acara Siraman Pusaka dimulai di pendopo Kanjeng telah berkumandang suara “ MOGGANG “ yaitu gamelan Pelog slendro yang diberi nama : “Kyia Jinggo Pengasih “
Gamelan Monggang

Tepat pada pukul 09.00 WIB siraman pusaka dimulai dengan pusaka di gedung menuju tempat siraman yang berbentuk panggang tingginya ± 2,5 cm. Lurup yang terbuat dari kain Cinde dibuka satu persatu, lurup paling luar adalah kain Mori. Juru siram adalah Kyia Emban merupakan turun –temurun yang dibantu beberapa orang membersihkannya (melaksanakan siraman) ± 1 jam. Dan menurut kepercayaan masyarakat Tulungagung, dan aturan adat bahwa perempuan tidak diijinkan untuk melihat prosesi tersebut karena pusaka “kyai upas” adalah melambangkan laki-laki.[2]
Sedangkan di Gandok belakang dilaksankan tahlil yang diikuti ± 25 orang santri. Setelah siraman selesai baru dilaksankan atau diadakan kenduri (selamatan) sebagai upacara rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa pelaksanaan siraman pusaka dapat berjalan dengan selamat.
Ambeng yang berjumlah 30 – 40 buah tidak pernah tersisa karena telah menjadi kepercayaan masyarakat bahwa sederetan ambeng tersebut mempunyai berkah. Sebagai penutup pada malam harinya diadakannya pagelaran wayang kulit semalam suntuk sebagai penghilang rasa penat kepada masyarakat magersari yang ikut membantu pelaksanaan.   
Susunan Acara Upacara Tradisional Siraman Pusaka Tombak “Kanjeng Kyai Upas” Tahun 2011
1.      Pembukaan
2.      Sambutan keluarga Pringgo koesoeman oleh bp. R.M. INDRONOTO yang dibacakan oleh MC isi sambutan dikarenakan sakit beliau sakit.
3.      Pembacaan Riwayat Pusaka Tombak “Kanjeng Kyai Upas”
4.      Sambutan Bupati Tulungagung tetapi diwakili oleh Wakil Bupati Tulungagung dikarenakan bp. Bupati mengikuti rapat di pusat.
5.      Prosesi Siraman
6.      Selamatan / Do’a
7.      Penutup

Serta sebagai Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda Dan Olah Raga Kabupaten Tulungagung Ir Heru Dwi Tjahjono, MM beliau yang bertugas mengetahui jalannya Prosesi Upacara tersebut.

Gambar Sesajinya: 









[1] Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni (Kasi bagian Kebudayaan dan Sejarah Kab. Tulungagung),  pada tanggal 9 Desember 2011 ditempat pelaksanaan Prosesi Upacara Tradisional Siraman Pusaka Kanjeng Kyai Upas, Pendopo Kanjeng Kyai Upas.
[2] Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni (Kasi bagian Kebudayaan dan Sejarah Kab. Tulungagung), pada tanggal 9 Desember 2011 ditempat Pendopo Kanjeng Kyai Upas.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar